Jumat, 12 November 2010

Tak Hanya Memaknai Namun Juga Aksi

Melanjutkan postingan artikel di bawah "Memahami Makna Idul Adha" maka setelah kita paham akan makna Idul Adha maka lantas pemahaman yang telah ada itu dilanjutkan dengan Aksi. Aksi ini banyak, mulai dari melaksanakan Ibadah Haji , berQurban, Puasa Sunah, Sholat Idul Adha.

Berbondong-bondong orang-orang tiap tahunnya untuk menjalankan Ibadah haji. Namun ketika kita masih belum berkesempatan untuk menjalankan ibadah haji mungkin karena beberapa faktor maka tidak usah kecewa, karena kita masih bisa melakukan ibadah lain di bulan dzulhijah ini. Ketika kita belum berkesempatan untuk menunaikan Ibadah haji maka kita bisa berQurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366).
Selain itu Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Namun ketika kita belum juga bisa berQurban maka ada ibadah yang masih bisa kita lakukan yakni Puasa Arofah, puasa yang di lakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa sunnah ini khusus dilakukan pada bulah Dzulhijjah atau bulan haji. Dan puasa ini dianjurkan bagi mereka yang tidak berangkat ibadah haji. Jadi, mereka melaksanakan di kampung halamannya masing-masing.
Dari Abu Qotadah radhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari ‘Arofah. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Menghapuskan dosa-dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no. 1162).

Jasi Gak usah khawatir, ketika 1 ibadah belum bisa terlaksana maka masih ada ibadah yang lain yang dapat dikerjakan dalam rangka Bulan Dhulhijah ini. Termasuk ketika kita ingin berQurban namun masih belum bisa berQurban secara penuh, khususnya bagi beberapa mahasiswa yang sangat amat ingin berqurban namun tidak bisa secara penuh maka Forstilling FE UB menerima donasi Qurban yang nantinya akan dikonversikan dalam bentuk hewan Qurban. Berapapun tidak melihat nominal yang penting ikhlas maka bisa disalurkan Lewat Forstilling FE UB yang nantinya akan kita salurkan kepada yang membutuhkan dalam Kegiatan Wisata Qurban. ^^

Read More......

Senin, 08 November 2010

Memahami Makna Idul Adha

Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.
Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.
Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.
Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.
Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.
Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.
Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.
Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )   
 Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.
Para teroris dan pelaku bom bunuh diri jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga  hak untuk hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan  dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka  bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah manusia.
Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar.  Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak prosedural. (vol.2 hlm.311)
Sudah semestinya dalam melakukan amar makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis, memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.
Semoga dengan peristiwa eksekusi mati Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas berbeda dengan pengorbanan para teroris.
Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya, penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan.
Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan  terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat, puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !

Read More......

Sabtu, 09 Oktober 2010

Beribadah Bukan Musiman, Bukan Hanya Saat Ramadhan

Sering kita perhatikan sebagian orang hanya rajin ibadah saja di bulan Ramadhan, namun di bulan lainnya kita saksikan mereka malah kosong dari amalan. Ibadah seakan-akan jadi musiman saja. Tempat sujud hanya disentuh di saat bulan suci saja. Mungkena pun barangkali baru dibersihkan ketika memasuki bulan Ramadhan karena baru dipakai ketika itu. Sayang sekali jika ibadah jadi seperti ini.
Seharusnya amal seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[1]
Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa maksud ”al yaqin” dalam ayat tersebut adalah kematian. Kematian disebut al yaqin karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi.
Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan,  “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat.[2]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Dari ayat ini menunjukkan bahwa ibadah seperti shalat dan semacamnya wajib dilakukan selamanya selama akalnya masih ada. Ia melakukannya sesuai dengan kondisi yang ia mampu.”[3]
Namun sebagian orang keliru dalam memahami surat Al Hijr ayat 99. Mereka menyatakan bahwa jika seseorang sudah sampai tingkat yakin ma’rifah, maka ia tidaklah mendapatkan beban taklif (tidak dikenai kewajiban ibadah). Ini sungguh pemahaman keliru dan suatu kebodohan. Karena para nabi sendiri dan para sahabat, mereka adalah sebaik-baik orang yang paling mengenal Allah dan paling paham akan hak-hak-Nya serta mereka tahu bagaimanakah semestinya mengagungkan Allah. Mereka senantiasa menyembah dan beribadah pada Allah terus menerus hingga mereka wafat. Yakin dalam ayat ini maknanya adalah kematian. Sehingga maksudnya adalah sembahlah Allah sampai datang kematian.[4]
Oleh karena itu, kita akan lihat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan kita beribadah bukan hanya sesaat, bukan hanya musiman, bukan hanya di bulan Ramadhan. Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [5]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”
Beliau pun menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”[6] Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
Al Hasan Al Bashri  mengatakan, ”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithon melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika syaithon melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka syaithon pun akan semakin tamak untuk menggodamu.”[7]
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.”[8] Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.
Ya Allah, mudahkanlah kami agar terus dapat beribadah kepadamu hingga maut menjemput.

Read More......

Kamis, 12 Agustus 2010

Marhaban Ya Ramadhan!

Marhaban Ya Ramadhan!
Bulan Ramadhan telah datang. Bulan yang oleh Allah subhanahu wata’ala dihimpun di dalamnya rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan), dan itqun minan naar (terselamatkan dari api neraka). Bulan Ramadhan juga disebut dengan “shahrul Qur’an”, bulan diturunkannya al-Qur’an yang merupakan lentera hidayah ketuhanan yang sangat dibutuhkan umat manusia dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat.
Melalui puasa Ramadhan, Allah SWT menguji hamba-Nya untuk mengendalikan nafsu dan perutnya, serta memberikan kesempatan kepada kalbu untuk menembus wahana kesucian dan kejernihan rabbani. Puasa Ramadhan merupakan pokok pembinaan iman Islami, untuk menyempurnakan amal ibadah,untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) dan ridlwan (keridlaaan) dari Allah Yang Maha Agung.
Ramadhan pada masa ini merupakan media utama pembinaan iman seorang mukmin, melalui ibadah puasa yang mempunyai dimensi pelatihan fisik (jasadiyah) dan metafisik (ruhiyah) yang diharapkan akan mengantarkannya menjadi seorang muslim yang sempurna. Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah: 183-185, kutiba alaikumush shiyam (telah difardhukan puasa atasmu), dan faman syahida min kumusy syahra fal yashum (maka barangsiapa di antara kamu menyaksikan hilal bulan Ramadhan, maka berpuasalah) ,merupakan dalil pokok bagi kewajiban berpuasa.
Puasa Ramadhan juga merupakan pengendalian diri dari hegemoni nafsu syahwat dan pemisahan diri dari kebiasaan buruk dan maksiat, sehingga memudahkan bagi seorang hamba untuk menerima pancaran cahaya ilahiyah.Fakhruddin al-Razi menjelaskan dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa cahaya ketuhanan tak pernah redup dan sirna, namun nafsu syahwat kemanusiaan sering menghalanginya untuk tetap menyinari sanubari manusia, puasa merupakan satu-satunya cara untuk menghilangkan penghalang tersebut. Oleh karena itu pintu-pintu mukashafah (keterbukaan) ruhani tidak ada yang mampu membukanya kecuali dengan puasa.
Marilah kita bersiap-siap memasuki bulan Ramadhan ini dengan kesiapan diri yang prima, dengan perasaan yang tulus ikhlas untuk menjalankan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan. Marilah kita mantapkan hati dan jiwa kita dalam memperoleh kemuliaan puasa Ramadhan, sehingga mengantarkan kita pada satu format kehidupan yang lebih baik. Bulan Ramadhan kita jadikan momentum pembersihan diri dari dosa dan angkara murka dan penyadaran hati nurani kemanusiaan kita. Puasa jangan hanya kita laksanakan dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun yang paling substansial adalah menjadikannya upaya pengekangan diri dari segala bentuk hawa nafsu yang merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Puasa Ramadhan merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas dimensi keagamaannya. Pertama, dimensi teologis dan spiritualitas yang tercermin dalam komunikasi antara manusia dan Tuhannya, sehingga memungkinkan dalam diri semakin berkembang sifat-sifat ketuhanan yang sebenarnya sudah kita miliki, yakni sifat-sifat positif untuk berbuat kebajikan dan tertanam kepekaan hati nurani dalam bertingkah laku.
Kedua, dimensi sosial. Yaitu tumbuhnya kesadaran sosial dalam batin kita untuk peduli bukan saja pada hal yang hanya berkaitan dengan aspek transendental dan ritual keagamaan, tetapi juga peduli dengan aspek-aspek sosial kemanusiaan. Kepedulian sosial bisa direfleksikan dengan keprihatinan terhadap kondisi sosial yang terdapat dalam realitas empiris. Kualitas kesadaran batin dapat diukur dengan tingkat kepedulian terhadap realitas sosial tersebut, seperti ketaatan kepada pemimpin, hormat dan berbakti kepada orang tua, menyantuni anak yatim dan orang-orang miskin,membela orang yang tertindas hak dan martabatnya, keberanian melakukan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga, dimenisi mental. Dengan berpuasa akan terwujud dalam diri kita mental tegar dan tahan banting, sehingga mampu untuk mengahadapi berbagai tantangan, cobaan, godaan, dan ujian dalam kehidupan ini. Kita senantiasa mampun untuk optimistis dalam berikhtiar dan berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik dengan tetap mengacu pada nilai-nilai etika dan moral agama. Puasa juga akan melatih mentalitas kita untuk sportif dan jujur dalam menerima amanat dan mengemban tugas, menjauhi sikap pengecut dan khianat dan tidak mudah mengumbar emosi amarah dan permusuhan.
Keempat, dimensi etika. Dengan menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan benar dan berkualitas, maka akan tercermin dalam diri kita nilai-nilai etika dan moral agama yang sangat positif untuk diaktualisasikan dalam pola kehidupan kita sehari-hari, seperti:
(1) kemampuan menghadirkan alternatif-alternatif terbaik, dalam pola berpikir, bersikap,dan bertingkah laku
(2) kemampuan dalam mengendalikan diri terhadap keinginan-keinginan negatif, subjektivitas, maupun emosional destruktif. Dan kemampuan mengarahkan diri sendiri kepada kebenaran, sifat obyektif dan konstruktif;
(3) kemampuan untuk menahan diri dari jebakan materialistik dan hedonistik;
(4) kemampuan moralitas dalam melakukan tugas dan kewajiban melalui pertimbangan rasionalitas dan hati nurani.
Puasa Ramadhan dan serangkaian ibadah lain yang menyertainya selama sebulan penuh, merupakan “kawah condrodimuko” bagi seorang Muslim. Bulan Ramadhan adalah bulan untuk mendidik, melatih, menggembleng kepribadian seorang muslim untuk menjadi lebih baik dan pada gilirannya untuk menjadi seorang muslim yang sejati. Rasulullah bersabda: ‘Rugilah seorang hamba yang menemukan bulan Ramadhan dan ia tidak mendapatkan ampunan-Nya” .
Wallahu a’lam bishshawab.

Read More......

BOCAH MISTERIUS!


BOCAH MISTERIUS!              

Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar‑mandir keliling kampung. Ia menggoda anak‑anak sebayanya,menggoda anak‑anak remaja diatasnya, dan bahkan orang‑orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.

Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran‑butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang‑orang kampong melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.

Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang‑orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor‑nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.

Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

 ************ ********* **
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung,belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari‑hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari‑nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi, bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan‑akan matanya akan keluar.

"Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi‑jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.

Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang‑orang yang melihatnya. "Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan‑akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu.."

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg‑unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi. "Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak‑banyaknya dan melupakan kami? Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis? Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?! Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?"

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba‑tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba. "Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang‑orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri? Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?
Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula. Tuan..,kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang‑orang kecil seperti kami...!

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih? Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang‑orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?

Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang‑orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak...."

 ************ ********* *
Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya! Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan. Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong‑bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang‑orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah
Luqman!

Bocah itu benar‑benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang! Luqman tidak mau main‑main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.

Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali‑kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar. Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.

Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak‑banyaknya orang. Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.
Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama‑lamanya. Luqman rindu kalimat‑kalimat pedas dan tudingan‑tudingan yang memang betul adanya. Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada  seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.


Selamat menjalankan ibadah puasa.....

Read More......

Jumat, 09 Juli 2010

Hai, Muslim! Apa Karyamu?

Hai, Muslim! Apa Karyamu?

24-11-2009 09:27:24 WIB Oleh : Setta SS
Berhenti, tak ada tempat di jalan ini.
Sikap lamban, berarti mati.
Mereka yang bergerak, mereka yang maju
ke muka. Mereka yang menunggu,
meski sejenak, pasti tergilas.

(Iqbal)

***
 SEBAGAI agama yang dihadirkan dengan misi rahmatan lil ‘aalamiin, lingkup Islam menyentuh semua aspek kehidupan. Seorang muslim dituntut memahami Islam tidak sepotong-sepotong, tetapi harus secara komprehensip dan kaffah (menyeluruh).

Di samping konsolidasi pemahaman ke dalam, umat juga dituntut untuk melakukan syiar Islam bil hikmah ke pihak-pihak yang belum ber-Islam. Salah satu instrumen dakwah yang paling gampang bisa dilihat dan mempunyai daya tarik adalah sejauh mana performance umat Islam memberi kontribusi bagi kemajuan dan kemakmuran dunia. Tantangan ke depan semakin rumit dan kompleks. Umat Islam harus bertindak optimis dan proaktif untuk menjawabnya.

Sebagai kholifatullah fil ardli, umat Islam hadir membawa misi Ilahiyah. Dunia ini harus diproses menjadi mazra’ah al-akhirah (lahan akhirat). Ini memerlukan kualitas pemahaman sehingga sanggup memberi inspirasi etos kerja tingkat tingi. Jangan sampai kemiskinan dan kegagalan terjadi karena disengaja oleh prilaku hidup kita sendiri.

Genderang globalisasi telah ditabuh. Bebas bersaing dan bertanding. Di tengah gemuruhnya kehidupan dan panasnya api persaingan, mata batin tetap harus tajam, waspada dan lincah menghadapi tantangan, dan sigap menangkap setiap peluang. Karena hanya mereka yang mampu mencipta dan menangkap peluang yang kelak akan menjadi pemenang. Kewaspadaan, reaksi batin, kecepatan dan keuletan merupakan perangkat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang calon pemenang.

Hidup adalah perjuangan, dan perjuangan pasti mengandung resiko. Tak ada satu gerak pun di muka bumi ini yang berlalu tanpa resiko. Mereka yang ketakutan akan resiko adalah potret dari umat pengecut dan melawan fitnah alamiah.

Hidup terasa indah justru di saat kita keluar dari arena permainan yang penuh resiko sebagai pemenang. Sebaliknya, pengecut adalah mereka yang hadir di bumi dan kehilangan arah, rendah kemauan, serta membiarkan waktu berlalu tanpa makna. Sedikitpun tanpa merasa berdosa.

Kita hadir di dunia bagai biduk perahu yang telah lepas dari tali tambatnya. Kini hanya ada samudera terbentang di hadapan kita. Waspadalah! Kayuhlah terus, melaju dengan gagah perwira. Jangan gelisah apalagi mengumbar sumpah serapah. Sebab gerutu dan cacian tidak akan pernah menyelesaikan suatu masalah. Berhentilah menyalahkan nasib. Tegarkan kaki, gerakkan tangan, cerahkan pikiran, dan dayakan semua aset kemampuan yang dimiliki agar kehadiran kita di muka bumi ini penuh arti.

Islam memiliki pandangan positif terhadap etos kerja. Kesadaran kerja dalam Islam bermakna pahala. Bukan semata bernilai gaji dan menepis status gengsi. Tidak hanya untuk memuliakan diri sendiri, tetapi lebih dari itu kerja merupakan manifestasi dari realisasi iman.

Milenium III, umat Islam harus menyongsong kompetisi terbuka pasar global. Kita perlu mewaspadai petarung-petarung liar yang tidak menggunakan iman sebagai landasan bersaing. Sangat mungkin akan terjadi penggilasan kelompok-kelompok lemah oleh kelompok kuat. Mirip hukum rimba, yang lemah kian musnah, yang kuat semakin gagah.

Umat Islam harus mulai pasang kuda-kuda, benahi barisan umat, dan pertajam visi keilmuan jika tidak ingin menjadi santapan kaum kafir. Tidak bisa tidak, Islam harus semakin kokoh mewarnai dan membentuk pandangan setiap muslim. Yakni pandangan yang progresif, obsesif, dinamis dan optimis. Mampu melahirkan etos kerja yang tinggi, produktif, inovatif dan berstamina pantang menyerah.

Dengan cara ini, umat Islam akan memiliki daya saing kompetitif dan mengambil peran penting dalam pembentukan orde dunia yang bernuansa islami. Inilah salah satu modal dasar untuk mengukuhkan diri sebagai umat terbaik sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt.

So, kini masihkah terbersit dalam benak kita untuk bersantai ria, merelakan begitu saja waktu berlalu tanpa makna tiada guna?
***

1o Maret 2oo9 o8:o7 p.m.
Disadur dari Buletin Lembaga Dakwah Islam Gua Hiro, 2oo3.
(sumber : www.edumuslim.org)

Read More......

Saatnya Memberikan Buah dari Dakwah (Ayo Bekerja !!)

Apa yang baru kita lakukan selama ini
tentu ada yang pro dan ada yang kontra
inilah dimanika kehidupan
para Pejuang Dakwah

Kita menganggap yang Kontra
dengan kerja-kerja kita
ibarat customer, yang minta di layani dengan cepat
ada dua kemungkinan
ketidaktahuan
atau memang "persaingan"

tapi hal ini sah-sah saja
di alam realitas manusia
ini malah membuat pengokohan kita berkembang dan membesar

yang kontra akan kekuatan politik Islam
saya ambil satu contoh, dari kalangan luar
yaitu Olivier Ray

Olivier Ray pernah mengkritik gerakan Islam dalam Failure of Political Islam. “Kalangan Islamis,” katanya, “tidak menawarkan apa pun kecuali gagasan moral.”

Sejak terbitnya buku itu di tahun 1994 sulit memang untuk memberikan jawaban riil berbentuk fakta di lapangan. Namun, hari ini, periode kedua pemerintahan AKP telah mendekontruksi tesis itu.

AKP, Adalet ve Kalkinma Partisi, di bawah pimpinan Erdogan yang saat ini menjadi Perdana Menteri Turki memenangkan pemilu dengan angka yang fantastis! Kemenangan pertama AKP pada pemilu 2002 meraih 363 dari 550 kursi parlemen. Setara dengan 34%. Kemenangan kedua pada pemilu 2007 lebih hebat lagi. AKP meraih 341 kursi parlemen. Setara 47%. Menang mutlak!

Yang mendekontruksi tesis Olivier Ray bukanlah kemenangan itu. Tetapi apa yang ada di balik kemenangan itu. Rakyat Turki menjatuhkan pilihan kepada AKP karena percaya merekalah yang mampu membawa harapan baru bagi Turki. Rakyat Turki memilih AKP agar sesuai janji mereka, Turki meninggalkan masa-masa korupsi yang hanya membenamkannya rakyat pada lumpur kemiskinan. Kemenangan ide dan pencitraan yang bertemu dengan harapan rakyat. Ini pada pemilu pertama.

Kenaikan angka kemenangan di pemilu berikutnya bukan lagi karena faktor harapan dan pencitraan. Kemenangan fantastis itu lebih karena bukti. Ya, bukti. Bahwa apa yang dijanjikan AKP itu benar. Bahwa harapan yang dibawa AKP itu bukan fatamorgana. AKP mampu menghadirkan profesionalisme dalam mengelola negara. Membersihkan praktik-praktik korupsi yang sebelumnya menggurita. Memenuhi ekspektasi publik untuk lebih sejahtera. Sekaligus berhasil mengembalikan relasi agama, politik, dan negara. “Kemenangan AKP,” kata cendekiawan Ikhwanul Muslimin Prof. Hamid Al-Ghazali, “adalah kemenangan gagasan Islam moderat.”

Di negeri kita kini baru saja ahad kemarin berakhir, Munas Partai Dakwah. Tidak tanggung-tanggung. Musyawarah ini diikuti oleh 2.700 qiyadah dakwah.

Sebagai bagian dari umat Islam, kita tentu berharap bahwa partai dakwah, yang saat ini menjadi partai Islam terbesar, bisa menjadi jawaban kedua terhadap kritikan Olivier Ray. Umat tidak hanya membutuhkan wacana, umat tidak akan kenyang dengan janji para politisi. Semoga narasi baru, sebagaimana yang disampaikan akhi Anis Matta mampu membawa partai dakwah ini mengulangi kesuksesan AKP. Agar umat tersadar bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Agar hanya kalimat Allah yang meninggi. Agar, tidak ada lagi yang menghina agama ini!

karenanya
saya mengajak antum semua
kader dakwah
untuk bekerja...
ayo bekerja untuk kemuliaan Islam ini

kita persembahkan buah-buah dakwah ini
untuk kejayaan islam...

antum siap ??

Read More......

Jumat, 21 Mei 2010

keutamaan Shalat malam

keutamaan Shalat malam:

1.Disejukkan pandangan matanya

2.Mendapat derajat yang mulia

3.Mendapat pahala seperti pahala sedekah secara sembunyi-sembunyi

4.Bukti kemenangan melawan syaitan

5.Shalat sunnah yang paling utama setelah shalat fardhu

6.Mendapat kamar Surga yang istimewa

7.Wajahnya terlihat tampan

8.Pada setiap malam terdapat waktu Mustajab

9.Allah swt pun kagum

10.Mendapat rahmat dari sisi Allah swt

11.Wahana penghapus dosa

12.Ditulis sbg golongan yg ingat pd Allah swt

13.Dicintai Allah swt

14.Waktu paling dekat dgn RABB

15.Menunjukkan hamba yang bersyukur

16.Memenuhi panggilan Allah swt

Read More......

Shalat itu menyehatkan

Shalat itu menyehatkan

ternyata, gerakan shalat itu menyehatkan tubuh loh!

Begini ceritanya....

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah SWT (Qs Al-Isra: 79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker. Tidak percaya? “Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker,” ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan ‘tukang obat’ jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul Pengaruh Sholat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi. Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu.
Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah sholat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinyu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping).
Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang mu’akkadah (sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan teknologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.
Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.
Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11 rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (Paramita, Prodia dan Klinika). Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress.
Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan teknik medis menunjukkan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.
Sebuah bukti bahwa, keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.
Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk di akal kita? Seorang doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama “Pengobatan Melalui Al Qur’an” Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat di dalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.
Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah.
Padahal setiap inchi otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang diwajibkan oleh Islam.
Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu, kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam “sepenuhnya” karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

sumber: http://www.ridwanhr.itgo.com/whats_new.htm

Read More......

Senin, 17 Mei 2010

Iblis Terpaksa Bertemu Rasulullah


Iblis Terpaksa Bertemu Rasulullah


Bismillah..

Iblis Terpaksa bertamu kepada Rasulullah SAW dari Muadz bin Jabal dari Ibn Abbas: Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba – tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah: “Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? sebab kalian akan membutuhkanku. “

Rasulullah bersabda:”Tahukah kalian siapa yang memanggil?“

Kami menjawab: “Allah dan rasulNya yang lebih tahu.“

Beliau melanjutkan, “itu iblis, laknat Allah bersamanya.”

Umar bin Khattab berkata: “izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah“

Nabi menahannya:”Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.“

Ibnu Abbas RA berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. di janggutnya terdapa 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.

Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad,…. . salam untukmu para hadirin…“

Rasulullah SAW lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah SWT, sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?“

Iblis menjawab: “Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa.“

“Siapa yang memaksamu?“

“Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata:
“Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri.beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. jawabalah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.“
"Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.“

OrangYang Dibenci Iblis
Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?”

Iblis segera menjawab: ” Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci.”

“Siapa selanjutnya?“
“Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT.”“lalu siapa lagi?“

“Orang Aliim dan wara’ (Loyal)”

“Lalu siapa lagi?“

“Orangyang selalu bersuci.“

“Siapa lagi?“

“Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepda orang lain.“
“apa tanda kesabarannya?“

“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang – orang yang sabar.“

“Selanjutnya apa?“

“Orang kaya yang bersyukur.“

“apa tanda kesyukurannya?”

“Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya.”

“Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?“
“Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.“

“Umar bin Khattab?”
“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.“

“Usman bin Affan?“
“Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”

“Ali bin Abi Thalib?“
“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir terhadap Allah SWT)

Amalan Yang Dapat Menyakiti Iblis

“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?“

“aku merasa panas dingin dan gemetar.“

“Kenapa?“

“Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat.“

“Jika seorang umatku berpuasa?“

“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”

“Jika ia berhaji?“

“Aku seperti orang gila.“

“Jika ia membaca al-Quran?“

“Aku merasa meleleh laksana timah diatas api.“

“Jika ia bersedekah?“

“Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji.”

“Mengapa bisa begitu?“

“Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya.“

“apa yang dapat mematahkan pinggangmu?“

“suara kuda perang di jalan Allah.“

“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?“

“taubat orang yang bertaubat.“

“apa yang dapat membakar hatimu?“

“istighfar di waktu siang dan malam.”

“Apa yang dapat mencoreng wajahmu?”

“sedekah yang diam – diam.“

“Apa yang dapat menusuk matamu?“

“Shalat fajar.“

“Apa yang dapat memukul kepalamu?“

“Shalat berjamaah.”

“Apa yang paling mengganggumu?“

“Majelis para ulama.“

“bagaimana cara makanmu?“

“dengan tangan kiri dan jariku.“

“dimanakah kau menaungi anak – anakmu di musim panas?“

“di bawah kuku manusia.”

Manusia Yang Dekat dengan Iblis

Nabi lalu bertanya : “Siapa temanmu wahai Iblis?“

“Pemakan riba.“

“Siapa sahabatmu?“

“Pezina.“

“Siapa teman tidurmu?“

“Pemabuk..”

“Siapa tamumu?“

“Pencuri.“

“Siapa utusanmu?“

“Tukang sihir.“

“Apa yang membuatmu gembira?“

“Bersumpah dengan cerai.”

“Siapa kekasihmu?“

“Orangyang meninggalkan shalat jumaat“

“Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?“

“Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja.”

IblisTidak Berdaya Di hadapan Orang Yang Ikhlas

Rasulullah SAW lalu bersabda : “Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu.“

Iblis segera menimpali:” tidak, tidak… tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir..
Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku.
Demi yang menciptakan diriku dan memberikan ku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua.Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang shaleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas.”

“Siapa orang yang ikhlas menurutmu?”

“Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjunang, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku.“

Iblis Dibantu oleh 70.000 anak – anaknya



Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak. Dan setiap anak memiliki 70.000 syaithan.

Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk menggangu anak – anak muda, sebagian untuk menganggu orang – orang tua, sebagian untuk menggangu wanita – wanita tua, sebagian anak -anakku juga aku tugaskan kepada para Zahid.

Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada shalat berjamaah. tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu shalat berjamaah.

aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur dan pahalanya terhapus.

Aku punya anak yang senang berada di lidah manusia, jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus.

Pada setiap seorang wanita yang berjalan, anakku dan syaithan duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya.

Syaithan juga berkata,”keluarkan tanganmu”, lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaithan pun menghiasi kukunya.

mereka, anak – anakku seleu meyusup dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu yang lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka.

Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa.

Tahukah kamu, Muhammad? bahwa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh seketika. Aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.Cara Iblis MenggodaTahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku?

Akulah mahluk pertama yang berdusta.

Pendusta adalah sahabatku. barang siapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku.

Tahukah kau Muhammad?

Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar – benar menasihatinya.

Sumpah dusta adalah kegemaranku.

Ghibah(gosip) dan Namimah(Adu domba) kesenanganku.

Kesaksian palsu kegembiraanku.

Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. sebab barang siapa membiasakan dengan kata – kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. jadi semua anak – anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, CERAI.

Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur ulur shalat. Setiap ia hendak berdiri untuk shalat, aku bisikan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia manundanya hingga ia melaksanakan shalat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya ke mukanya..

Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia shalat. Namun aku bisikkan ke telinganya ‘lihat kiri dan kananmu’, iapun menoleh. pada saat iatu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku katakan ‘shalatmu tidak sah’

Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam shalatnya akan dipukul.

Jika ia shalat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. ia pun shalat seperti ayam yang mematuk beras.

jika ia berhasil mengalahkanku dan ia shalat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya sebelum imam.

Kamu tahu bahwa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan dirubah menjadi wajah keledai.

Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaithan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia.

Dan iapun semakin taat padaku.

Kebahagiaan apa untukmu, sedanga aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan shalat. aku katakan padaknya, ‘kamu tidak wajib shalat, shalat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. orang sakit dan miskin tidak, jika kehidupanmu telah berubah baru kau shalat.’

Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan shalat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan.

Wahai Muhammad, jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu.

Wahai Muhammad, apakah kau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari islam?“

10 Permintaan Iblis kepada Allah SWT

“berapa yang kau pinta dari Tuhanmu?”

“10 macam“

“apa saja?”

“aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah berfirman, “berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan.” (QS Al-Isra :64)

Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.

Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah, maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan.

aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal.

aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.

aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku.

Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku.

Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku.

Aku minta agar Allah memberikanku saudara , maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.

Allah berfirman, “Orang – orang bros adalah saudara – saudara syaithan. ” (QS Al-Isra : 27)

Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku.

dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia.

Allah menjawab, “silahkan”, aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.

Iblis berkata : “wahai muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikan dan menggoda.Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun.Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara.

Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.

Rasulullah SAW lalu membaca ayat :”mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT” (QS Hud :118 – 119)
juga membaca, “Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku” (QS Al-Ahzab : 38)

Iblis lalu berkata: “wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin pendudk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin mahluk – mahluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. aku si celaka yang terusir, ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. dan aku tak berbohong.“


***

Ahh, Iblis Aja (masih) Bisa Jujur. Kita?
Gmn dengan kejujuran kita terhadap berbagai maksiat dan dosa yang hingga kini belum kita iringi dengan taubat?
Malu rasanya..


Read More......

Sabtu, 10 April 2010

Janji Bukan Sebatas Ucapan

Oleh Ust. Abu Syauqi M., Lc.

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-Nisaa: 145)

DISEBUTKAN dalam sebuah hadits shahih bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga: pertama, apabila ia berbicara ia berdusta; kedua, apabila ia berjanji ia mengingkari; ketiga, apabila diberi amanah ia berkhianat. (HR. Muslim)

Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa janji bukanlah perkara biasa. Meski demikian, kenyataannya janji sering muncul sebatas ucapan, yang begitu saja mudah dilupakan, seolah tiada bekas sama sekali. Padahal, kedudukan janji sangat tinggi pertanggungjawabannya di sisi Allah. Dalam hadits riwayat Muslim sendiri, orang-orang yang senang mengingkari janji dikategorikan sebagai orang-orang munafik. Selain itu, Al-Quran pun mensinyalirnya sebagai berikut, Orang-orang munafik mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (QS. Ali Imran: 167).

Betapa banyak wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepada umat-Nya mengingatkan tentang bahaya orang-orang munafik dan balasan yang akan diterimanya, baik pada kehidupan dunia maupun akhirat. Salah satunya dapat kita petik dari surat An-Nisaa ayat 138 yang mengabarkan siksaan yang amat pedih bagi orang-orang munafik.

Hidup manusia tidak pernah luput dari selimut janji. Sejak ruh manusia ditiupkan, manusia telah berjanji kepada Rabb-Nya, kepada Rasul-Nya dan atas konsekuensi dien-nya. Sebuah ucapan kalimat sakti dari setiap hamba sebagai bentuk janji, ikrar diri tentang keesaan Tuhannya.

Kemudian, seorang anak manusia lahir ke dunia. Dalam perkembangannya, manusia akan hidup dalam lingkungan keluarga, menjalankan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat, mengemban peran-peran. Di situlah manusia mulai akrab dengan istilah yang disebut janji. Di situ pula kesetiaan seseorang pada ucapannya diuji.

Ucapan menuntut sebuah pembuktian. Pembuktian tentang jaminan kesejahteraan, dan peningkatan kesejahteraan hidup, dan yang lain. Mungkin juga pembuktian atas janji pada diri, keluarga, anak, istri, untuk melakukan perbaikan.

Lisan memang menjadi godaan yang berat. Bukankah semua hal yang kita ucapkan atau bahkan hanya kita simpan dalam hati, akan dipinta pertanggungjawaban oleh Allah?

Tidak dipungkiri, hati kecil sendiri sering berontak dengan pengingkaran-pengingkaran yang kita perbuat. Tapi entah, manusia lebih suka dengan dalih. Ya, segala macam alasan sering terlontar sebagai bentuk pertahanan dari kekerdilan jiwa yang ringkih. Sebagai bentuk pembenaran dari peningkatan yang dibuat sendiri. Kebohongan yang kesekian kali untuk pembenaran diri sendiri. Karena begitu seringnya terjadi atau kita dengar dalam lingkungan hidup kita, tak heran bualan-bualan janji akhirnya berkembang menjadi budaya. Budaya buruk yang terpelihara.

Dalam tatanan sosial, sanksi yang diterima oleh orang-orang yang mengumbar janji, antara lain jatuhnya harga diri seseorang. Kepada orang-orang yang sering berjanji dan sering pula mengingkari, ia tidak akan dipercaya lagi dalam lingkungannya. Apapun yang diucapkan akan dianggap angin lalu yang tidak berguna sekalipun itu sangat penting. Inilah konsekuensi berat yang harus diterima bagi orang-orang yang senang "obral" janji. Orang yang senang mempermainkan janji juga akan tersisih dari lingkungannya.

Lalu, apa yang akan diterima baginya sebagai balasan di akhirat nanti? Dikatakan dalam surat An-Nisaa ayat 145, Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.

Ya, Allah lindungilah kami, hamba-Mu ini dari sifat ingkar janji. Semoga kita terpelihara dari sifat-sifat orang munafik, sifat yang suka mengumbar janji tanpa peduli untuk menepati. Wallahu a'lam.***

Read More......

Minggu, 04 April 2010

Amanah-Amanah Yang Tidak Mudah Ditunaikan

Amanah-Amanah Yang Tidak Mudah Ditunaikan

Syurga dipagari dengan duri dan Neraka tidak terpagari, semua serba mudah & asyik..


أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ (١٤٢)


Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS.3:142)

Didalam Al qur’an disebutkan bahwa memasuki syurganya Allah bukanlah perkara mudah, perlu perjuangan yang dahsyat. Tidak sepeti ketika memilih memasuki tempat akhir satunya (baca:neraka), dihiasi dengan kenikmatan, serba kebolehan serta didukung oleh mayoritas penggemar maksiyat dan support langsung dari syetan.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَ حُجِبَتِ اْلجَنَّةُ بِاْلمَكَارِهِ. البخارى


Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Neraka itu diliputi dengan syahwat (kesenangan-kesenangan), dan surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 186]

Syeikh Al Nawawi Al Bantani, seorang ulama besar dari Indonesia dan juga guru di Masjidil Haram memberikan keterangan tentang sulitnya menjaga amanat-amanat sebagai seorang Muslim.

Dari berbagai amanat dan kewajiban manusia beriman, ada beberapa macam yang terasa berat dan susah untuk ditunaikan. Dan ini sebenarnya bisa dilakukan (walau sulit) dan Allah SWT memberikan derajat yang mulia jika kita bisa melaksanakannya dengan baik dan maksimal. Empat Amanat yang Berat ditunaikan kebanyakan manusia tersebut adalah :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤)
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (١٣٥)


133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

[229] Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.

(QS.Ali Imran 3 : 133-135)

1. Memberi Maaf ketika Marah

… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang.

Seringkali kita merasakan sesaknya dada, panasnya pikiran dan tergesanya indera-indera lainnya dalam memutuskan sesuatu ketika sedang marah.

Marah dalam hal baikpun perlu control management, karena seperti yang telah disampaikan dalam kajian bahwa marah adalah jalan favorit syetan untuk gencar membisiki manusia.

Nah, ketika kondisi seperti itu terjadi maka “memberikan maaf” adalah kalimat yang susah sekali ditunaikan. Ketika emosi marah terjadi, kadang kita malah gelap mata ingin membalas perlakuan kedholiman kepada diri ini dengan sesuatu yang lebih dholim.

Dipukul sekali rasanya ingin membalas dengan pukulan berkali-kali dengan dalih agar jera. Berkata buruk dan kasar karena merasa didholimi, dan terkadang ucapan buruk kita melebihi dengan ucapan buruk yang kita terima. Itulah sebabnya memberikan maaf ketika marah sepertinya sulit diwujudkan. Padahal Allah SWT telah mengkabarkan jika kita mampu memberikan maaf maka itu lebih baik, dan itulah ciri-ciri hati manusia taqwa.

Tidak ada istilah “tiada maaf bagimu” atau istilah “biarlah memaafkan ini berlalu dengan waktu”. Allah SWT saja Maha Penerima Taubat, Rosululloh SAW dalam sirah selalu mencontohkan untuk memberikan maaf dengan atau tanpa permintaan dari sang pelaku.

Dan dalam ilmu psikologi, memberikan maaf akan memberikan rasa tentram di hati dan memberikan kesejukan dalam bermuamalah dan menyuburkan silaturrahim.

Bukankah tidak ada manusia yang bersih dari dosa?? Jadi seseorang yang bersalah kepada kita adalah sangat wajar. Dan kita juga sebaliknya bisa melakukan hal yang sama.

2. Berderma ketika Miskin
… (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,

Kenapa hal ini berat dilakukan? Karena banyak sekali diantara kita menganggap status miskin adalah status yang aman untuk berkata tidak dalam bersedekah. Untuk makanpun susah, apalagi harus berbagi dengan orang lain.

Ketika kita dan keluarga ini miskin seolah-seolah semua yang tersisa adalah barang berharga. Jadi imposible untuk memberikannya kepada orang lain atau memberikannya dijalan dakwah fisabilillah. Bahkan selalu memposisikan, saya adalah objek kedermawanan bukan sebagai subjek. Maka betul sekali! Bahwa ketika miskin atau susah, itulah kondisi paling sulit dalam menyambut himbauan infaq sedekah.

Tetapi bagi sebagain orang yang nilai keimanannya kebih mantap, kemiskinan bukan menjadi masalah. Semua harta adalah titipan Allah SWT, adalah hal yang super sangat mudah bagi Allah SWT memberikan rizki kepada hambanya bahkan dengan tiba-tibapun.

Tidak ada istilah merasa bahwa “saya ini adalah termiskin didunia”. Ketahuilah semiskin apapun, masih banyak yang lebih susah dari kita. Nikmat Iman dan kesehatan adalah sesuatu yang tidak ternilai apalagi untuk diuangkan. Allah Maha Kaya, tidak Tidur dan selalu memperhatikan hamba-Nya yang secara maksimal mendermakan hartanya di jalan Allah SWT.

Berbahagialah jika kita masuk kategori tersebut, hidup terasa benar-benar menikmati karunia Allah SWT. Bukankah Rasululloh SAW bukanlah seseorang yang kaya? Dan bagi yang kaya, kebakhilan dan kesombongan mengancam dirimu dan tidak ada jalan lain selain menjadi dermawan ketika kaya. Karena itulah jalan yang lurus menuju syurga.


3. Meninggalkan yang Haram dan Dholim ketika sendirian

… Ya Rasulullah, apakah ihsan itu ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Yaitu engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu Melihatmu”. Orang itu berkata, “Engkau benar”…( [HR. Muslim juz 1, hal. 40]

Hal ketiga yang susah dilakukan adalah meninggalkan kedholiman ketika sendirian. Bukankah kita setiap tahun selama sebulan (ramadhan) kita ditempa untuk jujur, meninggalkan yang sesuatu padahal itu halal. Dan itu hanya diketahui oleh kita sendiri dan Allah SWT.

Meninggalkan kedholiman atau kemaksiatan secara bersama-sama di lingkungan sholeh adalah mudah, selain malu kepada Allah SWT kita juga akan merasa malu dan hina diketahui oleh orang lain.

Tetapi ketika sendirian, syetan lebih hebat lagi beraksi. Menjadikan akal sehat kita lupa, sesuatu yang haram ‘dibungkus’ seolah menjadi halal, yang jelas-jelas maksiyat bisa dilakukan dengan ringan dengan dalih tidak ada yang melihat, tidak ada yang dirugikan, darurat dan sebagainya.

Ingatlah selalu bahwa Allah itu Maha Melihat, Maha Tahu, Tidak Tidur dan semua yang bergerak didunia ini tidak lepas dari pengamatan Allah SWT walaupun hanya selembar daun di tengah hutan.

Jikalau kita berdua, Allah SWT Hadir sebagai yang ketiga. Ketika kita sendiri, Allah menjadi yang kedua. Maka betul sekali bahwa tingkatan ihsan adalah tertinggi, dimana kita selalu merasa dilihat oleh Allah SWT sehingga apa yang dilakukan dan apa yang disembunyikan didalam hati selalu jauh dari keinginan menyimpang dari jalan lurus, jalan menuju ridho Allah SWT.

4. Berkata jujur kepada siapapun

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَلَيْكُمْ بِالصّدْقِ فَاِنَّ الصّدْقَ يَهْدِى اِلىَ اْلبِرّ وَ اِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِى اِلىَ اْلجَنَّةِ. وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَ يَتَحَرَّى الصّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدّيْقًا. وَ اِيَّاكُمْ وَ اْلكَذِبَ فَاِنَّ اْلكَذِبَ يَهْدِى اِلىَ اْلفُجُوْرِ وَ اِنَّ اْلفُجُوْرَ يَهْدِى اِلىَ النَّارِ. وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَ يَتَحَرَّى اْلكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا. مسلم


Dari 'Abdullah (bin Mas'ud), ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan terus-menerus seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawa ke neraka. Dan terus menerus seseorang itu berdusta dan memilih yang dusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta". [HR. Muslim juz 4, hal. 2013]

Lawannya jujur adalah dusta, pembohong. Berkata benar dan jujur kepada teman-teman sefaham di barisan kita mungkin hal yang sangat mudah.
Tetapi berkata benar dan jujur kepada seseorang yang tidak disukai atau kepada lawan adalah hal yang sulit.

Kita harus berani mengatakan bahwa itu salah dan tidak benar walaupun itu berkaitan dengan seseorang yang kita cintai atau seseorang yang kita hormati.

Lidah ini kadang kelu ketika harus mengatakan ‘oh ya saya yang salah”..”gini pak, anda salah harusnya tidak seperti itu”…”saya tidak setuju karena itu tidak benar!” didepan seseorang yang kita segani.
Maka sebagai manusia beriman, harus berani berkata benar kepada siapapun dan dengan resiko apapun. Kejujuran yag menyakitkan lebih baik daripada kebohongan yang menipu dan menyenangkan.

Keberanian Abu bakar mengatakan kebenaran 100% terhadap isra mi’’raj yang dilakukan Nabi patut ditiru, padahal hampir semua penduduk Mekah tidak percaya dan menertawakan Rosululloh SAW sebagai yang mengada-adakan cerita bohong.

Keberanian seorang anak gembala untuk mengatakan “dimanakah Allah ???” ketika sang khalifah Umar bin Khattab mencoba merayu ingin membeli domba diantara ratusan yang ada. Dan dipastikan itu tidak akan diketahui oleh siapapun termasuk sang pemilik. Tetapi anak gembala tersebut jujur dan berani.

Keberanian pemimpin Turki mengatakan kebohongan dan kekejian negara Israel dalam suatu dialog dengan pemimpinnya secara langsung ketika event negara-negara internasional adalah keberanian yang sekarang susah dicari, padahal saat itu tidak satu negarapun yang berani menyinggung ataupun membahas perkara ‘sensitif’ itu mengingat Israel selalu dilindungi Amrik (the real terrorist).

Jadi saatnya kita harus belaku dan berkata jujur, kapanpun-dimanapun dan kepada siapapun.Semoga kita termasuk manusia yang mampu memegang amanah. Amiin

Read More......

Kita Harus Berjuang

Kita Harus Berjuang


Hikmah Perjuangan tidak mengenal batas. Apa saja yang kita berikan untuk kebaikan adalah berjuang. Perjuangan adalah nafas dan naluri kehidupan setiap hari. Kita memang harus berjuang, karena di sanalah habibat kemanusiaan dan ke¬musliman kita....



Kita Harus Berjuang

Kota suci Makkah, awal masa kenabian. Ruas-ruas waktu serasa berjalan sangat lamban, seakan turut mengeja duka yang dirasa Rasulullah atas kebengisan orang-orang Quraisy. Seperti hari itu, Rasulullah sedang shalat di sekitar Ka'bah. Sementara Abu Jahal dan kawan-kawannya duduk-duduk memandangi Rasulullah. Mereka saling berseloroh, "Siapa yang berani mengambil isi perut onta dari si fulan lalu menimbunkannya ke atas pundak Muhammad ketika is sujud?" Maka pergilah salah seorang mereka mengambil isi perut onta itu. Ketika Rasulullah sujud, secepatnya is timbunkan kotoran itu ke punggungnya.

Rasulullah terus sujud. Sementara orang-orang kafir yang najis itu terpingkal-pingkal dan saling memandangi satu sama lain. Rasulullah tidak mengangkat sujudnya. Hingga Fatimah, putri tercintanya datang membersihkan kotoran itu. Rasulullah segera bangkit, lalu menengadahkan do'a. "Ya Allah balaslah orang-orang Quraisy itu."

Di kali lain, Rasulullah berjalan di lorong Mak¬kah. Tiba-tiba orang-orang Quraisy mengguyurkan tanah ke atas kepalanya. Rasulullah bergegas pulang. Setibanya di rumah, putri tercintanya mena¬ngis melihat apa yang dialami ayahnya. la lantas membersihkan tanah itu. Rasulullah menghibur putrinya, 'Wahai anakku, janganlah engkau mena¬ngis. Sesungguhnya Allah melindungi ayahmu."

Kisah di atas bukan sekadar penggalan sirah Rasulullah yang mulia. Lebih dari itu, is juga sebuah sikap. Bahkan sebuah deklarasi yang menjelaskan kepada kita, bahwa perjuangan –dalam konteks apapun– selalu berat.

Kali pertama agama ini diturunkan, ia diturunkan dalam garis dan rel perjuangan. Sebagaimana para Rasul sebelumnya harus berjuang keras menyampaikan wahyu kepada kaum mereka. Sebagian dari mereka terbunuh, sebagian besar lainnya dilecehkan, dianiaya, disiksa dan diusir. Agama ini memang tidak tegak dalam sekejap. Tidak juga teguh dengan biaya murah.

Berjuta-juta jiwa gugur dan tertanam di bumi. Berjuta-juta nyawa pulang ke hadapan Allah. Berjuta-juta tubuh bergelimang darah dan air mata. Berjuta jiwa tercekam, terusir, terasing, terpinggirkan, bahkan tenlindas arogansi orang-orang yang dzalim. Semuanya demi tegaknya agama Islam. Dengan jelas Allah berfirman, "Apakah kamu me¬ngira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat" (QS. AI-Baqarah: 214).

Ketegaran Rasulullah juga memberi penega¬san lain. Bahwa perjuangan tidak saja soal berat dan bebannya. Tapi juga sebuah ekspektasikeba¬hagiaan jiwa. Artinya, perjuangan yang benar akan memberi samudera bahagia di tengah mata air derita. Memberi makna keberartian di tengah peminggiran dan pengusiran. Memberi rasa pengharapan dan kepasrahan mendalam kepada Allah di tengah penindasan dan kesewenang¬wenangan. Sekali lagi, perjuangan adalah sungai bahagia yang menganak panjang. Hulunya adalah janji dan jaminan Allah. Hilirnya adalah kemenang¬an dan peneguhan.

Itulah rahasia terbesar para pejuang. Sekaligus argumen terkuat mengapa perjuangan selalu melahirkan orang-orang perkasa, tegar, kokoh, meski ada juga orang-orang munafik yang mendompleng.

Maka, dengan sangat terang kita bisa merasakan betapa di tengah segala kegilaan orang-orang Quraisy itu, Rasulullah tetap tegar. Karenanya, keti¬ka sekelumit kegamangan mampir dalam diri saha¬bat, Rasulullah dengan penuh kasih menghibur mereka. Rasulullah lantas mengisahkan bagai¬mana para pendahulu mereka juga menghadapi hal yang sama, disiksa, dianiaya, dibunuh, atau dikubur hidup-hidup. 'Tetapi siksaan-siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk mem¬pertahankan agama," jelas Rasulullah. Kemudian ia menambahkan, "Demi Allah, Allah pasti akan mengakhiri semua persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan'a ke Hadhramaut tanpa rasa takut kepada siapapun selain Allah, dan hanya takut kambingnya disergap serigala. Tetapi kalian tampak buru-buru."

Di sisi lain, Rasulullah juga harus berjuang di jalur kehidupannya yang wajar sebagai manusia di dunia. Menambal bajunya sendiri, mencari naf¬kah untuk keluarganya, dan membantu istrinya di rumah. Rasulullah tidak saja tegar di medan da'wah, tapi juga tegar dalam mencintai umatnya, sahabat¬sahabatnya, anak-anak dan juga istrinya. Maka, ketika istri-istrinya pada suatu hari meminta kenai¬kan nafkah, Rasulullah pun sedih dan haws berju¬ang menyelesaikan urusan duniawi tersebut. Berju¬ang meluluhkan hati para istrinya. Hingga akhimya mereka ridha dengan apa yang telah diberikan Rasulullah.

Itu menunjukkan sisi lain dari sebuah perjuangan. Bahwa hidup di dunia ini juga dilahirkan di atas rel perjuangan: perjuangan untuk hidup. Perjuangan untuk memenuhi hak¬hak orang lain. Perjuangan untuk hidup di atas jalan yang lurus sesuai aturan Allah. Perjuangan untuk melawan godaan hawa nafsu dan rayuan syetan. Perjuangan untuk mengejar kehendak dan cita-cita. Termasuk, perjuangan untuk me¬nyambung hidup itu sendiri, dengan nafas-na¬fas dunia dan pengharapan kepada hari akhirat.

Setiap kita punya cara sendiri untuk hidup. Itu tak soal. Di jalan-jalan raya yang keras, di kantor-kantor megah yang sejuk, di kampus¬-kampus yang gegap gempita, di tengah samudera yang bergelombang, di sawah-sawah dan ladang-ladang yang tenang, di rumah-rumah yang pengap maupun lapang, di batik deru mesin-mesin industri yang bising, di dalam lorong panjang pertambangan yang men¬cekam, setiap hari, setiap waktu, setiap orang menyambung nafas-nafas kehidupannya. Ada berjuta cara untuk hidup. Tetapi, perjuangan hanya kosakata untuk cara hidup yang lurus. Perjuangan hanya bahasa untuk pengorbanan yang benar. Maka, menyambung hidup dengan cara kotor, licik, dan kerdil sama sekali bukan perjuangan. Sampai pun bila hidup secara kotor lebih melelahkan dan lebih memakan pengor¬banan.

Hidup adalah perjuangan, dalam konteks dunia maupun akhirat, dalam kepentingan agama maupun kepentingan kemanusiaan. Membangun sarana pendidikan adalah ber-juang, menyantuni anak-anak yatim, mencari nafkah, menyayangi dan mendidik anak-anak, mendirikan tempat-tampat pengobatan gratis, menyuarakan kebenaran dihadapan penguasa, meninggikan syiar agama adalah berjuang.

Perjuangan tidak mengenal batas. Apa saja yang kita berikan untuk kebaikan adalah berjuang. Perjuangan adalah nafas dan naluri kehidupan setiap hari. Kita memang harus berjuang, karena di sanalah habibat kemanusiaan dan ke¬musliman kita. Karena di sanalah tempat kita menabung, untuk dipanen anak cucu kita sebagai amal jariyah, atau kita panen sendiri di akhirat kelak sebagai amal kebaikan.

Dikutip dari Tarbawai edisi 31 thn 3

Read More......